Ini Akibat Indonesia di Kuasa Kader Partai

7 02 2008
Sekali lagi Stop Upaya Direksi BUMN Untuk Korupsi
Penjualan BUMN merupakan sebuah strategy didalam rangka, menyehatkan BUMN sendiri, menghindarkan BUMN menjadi sapi perahan elit politik dan sumber KKN. Pemerintah dalam menjuali BUMN saja Pemerintah juga harus sangat hati-hati karena begitu terjual sampai 100 tahun lagi belum tentu semua yang terjual akan dapat dimiliki kembali . Proses menjuali BUMN sedang terjadi dan tidak mungkin dapat dihentikan begitu saja, apakah karena alasan strategis atau teknis hanya semakin hari harus semakin lebih teliti. Hanya apakah semua kerugian negera ini akan dibiarkan begitu saja?
Sekali lagi penjualan BUMN itu juga harus diprioritaskan kepada pengusaha daerah, pengusaha nasional dan pemerintahan daerah baru kemudian synergy dengan pengusaha dari manapun. Penjualan kepada perusahaan asing yang seakan-akan murni asing walaupun kelihatannya sehat, saya kira kita harus belajar mendengar karena sudah terlalu banyak juga yang mengatakan bahwa perusahaan asing itu pada kenyataannya pemiliknya juga pejabat Indonesia dan Kroninya.
Artinya jika hal ini benar maka privatisasi BUMN sudah jauh dari harapan. Disisi lainnya sangat kuat juga dugaan bahwa produk BUMN dijual atau diexport keluar negeri pada kenyataannya perusahaan penampung diberbagai Negara tersbut juga dimiliki Pejabat dan kroninya juga sehingga semua penjualannya dijual dibawah harga yang sebenarnya. Paling tidak Indonesia rugi 3 hal, pendapatan pajak yang kecil, uang Negara masuknya sedikit dan sumberdaya alam habis terkeruk karena dijual murah walaupun setelah itu perusahaan di negeri luar itu akan menjualnya dengan untung yang berlipat. Yang paling menyakitkan adalah didalam kondisi Indonesia yang sedemikian sengsaranya tetapi praktek keserakahan dan kezaliman ini tetap saja berlangsung.
Akibat beredarnya dana dalam jumlah luar biasa maka politik juga sebenarnya tidak stabil oleh karenanya Negara terpaksa memotong anggaran dari APBN untuk dibagikan kepada rakyat supaya terkesan Negara punya perhatian dan hati, walaupun sebenarnya sangat tidak seberapa dengan dana yang dikuras dari berbagai kekayaan Ibu Pertiwi ini.
Atas dasar ini maka sangat masuk akal walaupun tidak akan dapat ditemukan legalitasnya dan buktinya bahwa untuk menjadi Direksi BUMN, seseornag akan dikenakan biaya jadi, biayanya berkisar antara 1 Juta Dollar sampai 30 Juta dollar walau juga untuk BUMN tertentu tidak pakai bayar-bayaran tetapi jelas itu untuk BUMN kering Bukan Pertamina, PLN dan BNI dan yang besar lainnya.
Dengan kondisi seperti ini maka selain Pemerintah sekali lagi harus hati-hati menjuali BUMN, disisi lainnya untuk sementara harus menghentikan pembelian perusahaan asing oleh BUMN terutama di Luar Indonesia. Didalam negeri saja walau ada KPK , BPK dan BPKP tetap bisa korupsi dengan luar biasa apalagi semakin diberi kesempatan membeli perusahaan diluar negeri maka dapat dikatakan bahwa Pemerintahan ini memang menghendaki terjadi tindak korupsi tentunya paling sederhana untuk mempertahankan kekuasaan di 2009 atau memperkaya dirinya sendirii.. jangan jadikan 37 BUMN yang akan dijual menjadi barang jarahan baru.
II. Kutipan Manfaatnya BUMN:
– Meski demikian, pada acara tersebut ia mengusulkan untuk tidak memprivatisasi BUMN Karya tersebut, karena hasil dari privatisasi BUMN tersebut tidak seberapa untuk menomboki APBN yang begitu besar, bila dibandingkan manfaatnya, katanya.
Selain itu bila terjadi peristiwa besar seperti bencana kami sangat mudah mempergunakan BUMN Karya tersebut, karena telah memiliki kedekatan kerja dengan mereka, tanpa harus melakukan negosiasi dulu, seperti bila kami mempergunakan perusahan lain,
– Aviliani menilai privatisasi BUMN justru akan memberi dampak merugikan pada sisi pajak. Dalam pengamatannya, Aviliani melihat bahwa BUMN yang diprivatisasi pembayaran pajaknya justru menurun. Padahal BUMN selama ini merupakan salah satu pembayar pajak terbesar.
– “Yang diprivatisasi itu bayar pajaknya tidak nambah, malah turun. Dan kita tahu yang paling banyak bayar pajak itu BUMN katanya
– Dilihat dari segi orientasinya, penyusunan RUU BUMN ini ternyata sama sekali tidak dimaksudkan sebagai penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Setidaknya-tidaknya, dari seluruh pasal yang tercantum di dalamnya, tidak satu pasal pun dapat digolongkan sebagai penjabaran Pasal 33 Ayat 2. Artinya, amanat Pasal 33 Ayat 2 yang menetapkan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” sama sekali tidak menemukan sambungannya di dalam RUU ini.-Alih-alih menjadikan Pasal 33 UUD 1945 sebagai acuan dasar penyusunannya, RUU BUMN ini justru terang-terangan menampilkan diri sebagai alat untuk melegitimasi privatisasi. Hal itu tidak hanya tampak pada tidak dikelompokkannya BUMN sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 2, tetapi tampak secara mencolok pada disisipkannya bab khusus privatisasi di dalam RUU ini.

-Kenyataan itu diperkuat oleh pengakuan Ketua dan Wakil Ketua Pansus Penyusunan RUU BUMN mengenai orientasi penyusunan RUU ini. Wakil ketua pansus, Azwir Dainy Tara (Partai Golkar), terang-terangan mengakui bahwa penyususnan RUU BUMN ini memang dimaksudkan untuk melegitimasi privatisasi.


– Bahkan, ketua pansus, Irmadi Lubis (PDIP), tanpa tedeng aling-aling menyatakan bahwa penyusunan RUU BUMN ini memang tidak dimaksudkan untuk menjabarkan Pasal 33 UUD 1945, melainkan untuk “menyiasati” pasal tersebut. Menurut Irmadi, hal itu dilakukan karena “sampai saat ini belum ada satu orang pun mampu menerjemahkan Pasal 33 UUD 1945”.
______________________________________________________________________
III,Privatisasi BUMN dipandang dari sudut pemikiran yang sederhana
Rencana privatisasi BUMN tahun 2008 oleh pemerintah, sedikit banyak telah menimbulkan sikap pro dan kontra. Hal yang wajar karena memang hal ini bisa dipandang dari berbagai sisi dan berbagai aspek, sesuai dengan tingkat kepentngan dari orang/kelompok yang berkepentingan dengan hal ini.
Melalui tulisan ini, kami mencoba untuk menganalisa dari sudut pandang yang sesederhana mungkin. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan bagi kita semua.
Secara sederhana, BUMN harus diibaratkan sebagai seekor ayam … yaitu bagi pemerintah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dibentuk bertujuan seperti ayam petelur, untuk memberikan telurnya …
Bila pemerintah memutuskan untuk menjual ayam ini tentu alasan untuk menjual-nya sudah dipikirkan matang-matang dan seksama dan paling tidak harus terlihat logis dimata rakyat (bukan DPR).
Lalu… kapan ayam itu akan dijual ? Apakah akan dijual secara utuh, atau hanya dijual sebagian ? Ketika dijual dengan gaya pola bagi hasil, maka statusnya akan berubah dari BUMN menjadi PMDN atau bahkan PMA, tergantung dari siapa yang beli dan berapa komposisi sahamnya …dan jangan lupa, perusahaan itu berdiri/berada dan beroperasi di wilayah RI, artinya segala macam pajak dinikmati oleh negara …
Nah, kembali ke ayam tadi …
Sebelumnya, coba kita lihat dulu, BUMN itu bergerak di industri/bidang apa ?
Kalau misalnya bidang yang membutuhkan bahan pokok yang tersedia di dalam negeri, seperti contoh ayam tadi, maka berarti pemerintah secara otomatis juga harus menjual makanannya …kepada pemilik yg baru..???
Yang menjadi masalah dan kadang lupa dilihat oleh pemerintah adalah ‘masa depan’ … karena yang dilihat adalah masa kini …
Harusnya, sebelum menjual ayam itu, lakukan perhtungan prediksi untuk beberapa tahun ke depan …mana yang lebih menguntungkan …
Biasanya pemerintah cenderung ‘malas’ untuk mengelola BUMN yang sudah ‘rusak’ … dan melupakan masa depannya …
dan kalau BUMN itu memang benar2 udah rusak, kira2 siapa yang mau beli ? (jika ada yang mau membeli)
Contohnya Indosat …
Indosat dijual, selain untuk menambah kocek mesin partai yang berkuasa waktu itu …
juga didorong oleh operator dalam negeri yang merasa Indosat merupakan saingan terberatnya …
Waktu itu diharapkan dengan monopoli si operator DN ini, Indosat dengan mudah akan bisa dimatikan …
Tapi kan kenyataan berbicara lain … ternyata, si pembeli Indosat memiliki jaringan yang luar biasa luas dan besar di dunia …
Sehingga yang terjadi justru berdampak sebaliknya … menjadi bumerang bagi pemerintah …
Nah dari beberapa hal di atas, jelas terlihat kalau salah satu kriteria BUMN akan dijual adalah BUMN yang sehat, pemerintah tetap harus memiliki kendali terhadap perusahaan itu, bukan sekedar memiliki saham merah putih yang cuma beberapa persen itu …
Tesirat disini, soal keputusan jual Indosat, pemerintah hanya ingin memelihara salah satu BUMN, Indosat atau Telkom …
Karena kalau pemerintah memiliki keduanya, berari menyalahi undang2 terkait dengan monopoli …
Dan jika disuruh memilih salah satu, ya benar dong yang dijual adalah Indosat …
Selain saat itu jangan lupa, saat itu ‘partai’ membutuhkan uang dengan cepat …
Hal yang sama juga terjadi di Pertamina …
Pemerintah ingin menjadikan Indonesia Power dan BIP menjadi BUMN tersendiri dan nantinya bisa dijual …
Maka pegawainya pada protes …
Kadang pemerintah terlalu gegabah …
Yaitu dengan menjual BUMN yang memiliki fasilitas untuk melakukan akses ke pemerintahan …
Padahal harus dipahami betul bahwa aset yang dijual itu bukan hanya semata gedung dan isinya, tapi berikut dengan SDM nya …
Nah khusus untuk SDM, untuk mendapatkan SDM yang baik, butuh waktu lama … tapi disinilah lucunya, begitu udah dimiliki lantas dijual seenaknya dan tanpa pikir panjang lagi … aneh kan ?
Belakangan SDM-nya yang disalahkan … “… kok mau sih kerja buat orang asing …” aneh kan ?
Kalau mau dikembalikan ke persoalan semula, Lah yang memutuskan untuk menjual itu siapa ?
Begitu juga dengan BUMN yang lain …
Jadi, bagi pegawai, nggak penting siapa pemiliknya/ Stake Holder … yang penting kita kerja secara profesional dan memberika nyang terbaik bagi mereka …
Begitu juga dengan ayam tadi …
Dia kan nggak perduli siapa tuanya, selama dia dikasih makan yang bergizi dan lingkungan yang baik, ya kerjanya tetap satu, bertelur, bertelur dan bertelur …
Kualitas telur bergantung pada makanan dan lingkungannya, sederhana kan ?
Nah, coba mari kita kembangkan pemikiran ini terkait dengan ke 37 BUMN yang akan dijual lagi … Yang kita mau jual telurnya atau ayamnya ?
Kalau mau dapat uang yang banyak … logikanya ya buat BUMN sebanyak mungkin dengan pengelolaan yang profesional …termasuk disini perilaku pemerintah sebagai Stake Holder-pun didalam hubungannya dgn BUMN harus profesional, lalu
sesuaikan budaya kerjanya dengan mereka yang kerja untuk swasta …
Jd sebenarnya persoalan penjualan BUMN ini, jika pemerintah mau bersabar 1 -3 tahun dan mau “kerja benar” sedikit aja untuk memperbaiki kualiatas “pakan” dan lingkungan… tentunya setelah 3 tahun kedepan akan mendapatkan hasil telur yang banyak dan berkualitas.
Itulah … secara sederhana, apa sih alasan pemerintah untuk membentuk BUMN ? Kan tujuannya adalah untuk memelihara ayam petelur dan bukan ayam potong … oleh sebab itu memperlakukan dong ayam petelur ini sebagaimana layaknya ayam petelur .jgn pakai teori memperlakukan ayam potong dong
Bisa dibayangkan, kalau ternyata di peternakan ternak ayam potong dan mereka peternaknya nggak liat yang diternakkannya itu ternyata ayam petelur …
Dan pada saat dijual, si pembeli-nya sadar betul bahwa yang dijual dengan harga murah itu bukan ayam potong tapi ayam petelur, ya jelas aja nggak akan dipotong, tapi dikembang biakkan … dan semakin sehat … siapa yang kira2 akan terpojok akhirnya ?
Sekali lagi sesuai dgn konsekunsi, kalau memang mau membentuk BUMN ya harus profesional dong pengelolaannya … baik disisi pengelola BUMN itu sendiri maupun perilaku Stake Holder dalam hal ini pemerintah didalam memperlakukan BUMN itu sendiri. Sehingga kalaupun saat ini menjuali BUMN merupakan hal yang terpaksa maka segala konsekuensi logisnya hari terbuka diinformasikan. Hanya sekali lagi segera hentikan pembelian perusahaan asing oelh BUMN diluar negeri karena hamper pasti tujuannya hanya dalam rangka mendapatkan fee, menjual hasil bumi pertiwi secara murah dan untuk kepentingan Pribadi. Hal
IV. Penutup.
Ketika Pemerintah sudah tahu bahwa kerusakan itu terlihat dimatanya tetapi mereka tidak berbuat apa-apa jangan salahkan ketika semakin menguat gerakan saya tidak lagi percaya kepada SBY , juali BUMN untuk membeli perusahaan asing di luar negeri supaya mudah di korupsi. Dan yang paling gampang dilihat didalam negeri BUMN kita jika patungan hanya memiliki saham 10 s/d 20 persen sisanya Perusaaan asing, kenapa para pengusaha bangsa sendiri juga pengusaha daerah dan perusahaan daerah tidak di ajak turut serta?. Sudah tentu mereka harus ditinggalkan karena jika tidak Korupsi, Kolusi dan keserakahannya menjadi ketahuan.!!!!!
Kita akan melihat apakah menjuali BUMN, penggantian Direksi BUMN dan pelarian uang uang Negara ini akan segera dihetikan atau pemerintah belaga pilon dan sudah merasa aman dengan membagikan uang hasil potongan APBN kepada Rakyat Indonesia? Atau semuanya ini sebenarnya pemerintahan SBY tidak tahu. Kalau tidak tahu maka setelah informasi ini beredar artinya tindakan tindakan ini akan segera dihentikan secara terbuka dan public akan segera tahu. Jika tidak dihentikan maka pemerintahan sekarang sudah merasa sangat kuat sehingga kerusakan yang sangat luas pun asal untuk kepentingan kelompoknya, tidak akan dipedulikannya.
Saya berharap mereka tidak tahu maklum baru memerintah 3 tahun dan terlalu banyak demo yang dating ke Istana untuk melakukan disinformasi. Kita lihat saja semoga pemerintah segera bertindak. Hati hati dalam mengganti Direksi BUMN, menjuali BUMN dan hentikan sementara pembelian perusahaan asing di luar negeri oleh BUMN sampai terumuskannya formula investasi dan expansi BUMN diluar negeri sesuai UUD45.
Kami sudah muak melihat kelakuan dan gayanya para petinggi BUMN sepertinya mereka pemilik seluruh kekayaan alam di Indonesia ini, semua pemborosan dan penjarahannya harus dihentikan, segera.
Demikian , semoga bermanfaat.
Hidayat Nur Alam
Warga salah satu BUMN strategis

Terima kasih bila anda bersedia untuk bergabung dan turut mendukung
usaha-usaha penyelamatan bangsa.
Sekaranglah saatnya kita berjuang untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancuran